Aktivis sosial media, alumnus Fisipol UGM dan pernah menjadi staf ahli DPR
PERSETERUAN antara DPR dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kian meruncing. Puncaknya terlihat dalam rapat konsultasi DPR dengan KPK, Polri, dan Kejaksaan Agung pada 3 Oktober lalu.Dalam forum tersebut tampak betapa DPR demikian reaktif dan emosional mengebiri KPK dengan berbagai pertanyaan dan argumen yang menyudutkan KPK. Bahkan anggota Komisi III DPR Fahri Hamzah dengan lantang menyatakan dan sekaligus mewacanakan pembubaran KPK. Ia menilai KPK tak bisa lagi menjalankan fungsinya secara optimal dan masih tebang pilih.
Sikap reaktif dan emosional DPR muncul setelah KPK memanggil jajaran pimpinan Badan Anggaran (Banang) DPR untuk dimintai keterangan sebagai saksi terkait dengan kasus korupsi di Kemenakertrans dan Kemenpora. Pemanggilan itu memang beralasan dan sangat relevan mengingat tugas dan fungsi yang melekat pada pimpinan Banang DPR. Di sini KPK menengarai ada keterkaitannya antara Banang DPR dan kasus dua lembaga itu. Kecurigaan ini diperoleh berdasar pengakuan para tersangka kasus yang menyebutkan ada keterlibatan dengan orang-orang di Banang.
Sebenarnya sudah lama menjadi rahasia umum bahwa Banang DPR menjadi "sarang perampok" APBN. Kenyataan ini bisa kita lihat dan kita dengar dari berbagai kalangan pengamat, LSM, bahkan pengakuan para korban mafia anggaran di Banang DPR itu sendiri yang pernah ditayangkan Metro TV beberapa waktu lalu. Jadi sulit dimungkiri kalau Banang DPR bersih dari mafia dan perampok uang rakyat.Publik sebenarnya sejak lama mahfum kalaul Banang DPR menjadi "tampah raksasa" untuk bancakan APBN. Kenyataan itu diperkuat fenomena rekening gendut anggota DPR yang secara akal sehat tentu menimbulkan tanda tanya besar. Lebih heboh lagi saat Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan sejumlah transaksi mencurigakan di rekening anggota Banang dan akan ditindaklanjuti KPK untuk membongkar mafia anggaran.
Bahkan ada joke di kalangan sopir di DPR, "Kalau Anda ingin lihat mobil-mobil supermewah dan mutakhir, datanglah ke Senayan." Salahkah anggota DPR kaya? Tidak. Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana cara mereka memperolehnya. Halal atau haram? Legal atau ilegal? Maling atau merampok uang rakyat? Kalaupun diperiksa KPK pasti mereka akan jawab halal, legal, dan tidak maling uang rakyat. Bahkan mereka berani bersumpah dengan menyebut nama Tuhan. Apalagi belum ditemukan bukti materiil atau fakta hukumnya.Kembali ke perseteruan KPK dan DPR, keduanya merasa telah berada di koridor yang benar dalam melaksanakan tugas. Tapi DPR punya pendapat lain bahwa KPK sudah seperti teroris karena telah mengancam kenyamanan anggota DPR. Hal itu disampaikan Benny K. Harman, pimpinan Komisi III. Dengan kata lain, DPR mengganggap KPK telah melampaui batas kewenangan atau arogan sebagai lembaga superbodi. Bahkan Fahri Hamzah menyindir KPK tidak profesional dan hanya bermodalkan popularitas. Pedas betul kritikan para anggota Dewan tersebut, tapi Ketua KPK Busyro Muqoddas dengan santai dan diplomatis menanggapinya dengan berseloroh; "Silakan saja KPK dibubarkan, tapi harus mengikuti prosedurnya."
Pembenahan Sistem
Memang secara objektif harus diakui KPK belum bisa memberikan hasil yang memuaskan publik secara luas mengingat adanya beberapa kasus besar yang belum bisa tuntas ditanganinya, seperti mafia pajak, kasus Bank Century, atau kasus M.Nazaruddin.
Peneliti hukum Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz punya pendapat lain. Ia menilai yang justru melakukan teror adalah DPR itu sendiri karena mereka panik jika KPK terus merangsek memasuki wilayah projustisia akan banyak anggota DPR yang ditangkap KPK.
Publik menilai KPK masih tebang pilih karena baru berani meringkus koruptor kelas teri sementara koruptor kakap tak tersentuh, atau sekadar cosmetic action untuk menenangkan publik belaka. Namun demikian, bukan berarti KPK-nya harus dibubarkan, hanya perlu pembenahan sistem dan orang-orang KPK yang tidak kapabel dan kredibel wajib diganti.
Perseteruan antara KPK dan DPR setidaknya memberikan hikmah yang nyata bahwasanya lembaga KPK yang diproduksi DPR itu sendiri sebagai lembaga khusus pemberantas korupsi. Dengan pertimbangan, waktu itu kepolisian dan Kejakgung masih diragukan kapasitas dan kredibilitasnya dalam memberantas korupsi. Tapi kini KPK malah menjadi bumerang bagi DPR yang melahirkannya. Kenapa demikian, karena di dalam DPR itu malah banyak bercokol para koruptor yang harus diberantas KPK. Jadi, senjata makan tuan dong
No comments:
Post a Comment