Thursday, October 20, 2011

KPK Bumerang DPR

Aktivis sosial media, alumnus Fisipol UGM dan pernah menjadi staf ahli DPR
PERSETERUAN antara DPR dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kian meruncing. Puncaknya terlihat dalam rapat konsultasi DPR dengan KPK, Polri, dan Kejaksaan Agung pada 3 Oktober lalu.Dalam forum tersebut tampak betapa DPR demikian reaktif dan emosional mengebiri KPK dengan berbagai pertanyaan dan argumen yang menyudutkan KPK. Bahkan anggota Komisi III DPR Fahri Hamzah dengan lantang menyatakan dan sekaligus mewacanakan pembubaran KPK. Ia menilai KPK tak bisa lagi menjalankan fungsinya secara optimal dan masih tebang pilih.
Sikap reaktif dan emosional DPR muncul setelah KPK memanggil jajaran pimpinan Badan Anggaran (Banang) DPR untuk dimintai keterangan sebagai saksi terkait dengan kasus korupsi di Kemenakertrans dan Kemenpora. Pemanggilan itu memang beralasan dan sangat relevan mengingat tugas dan fungsi yang melekat pada pimpinan Banang DPR. Di sini KPK menengarai ada keterkaitannya antara Banang DPR dan kasus dua lembaga itu. Kecurigaan ini diperoleh berdasar pengakuan para tersangka kasus yang menyebutkan ada keterlibatan dengan orang-orang di Banang.
Sebenarnya sudah lama menjadi rahasia umum bahwa Banang DPR menjadi "sarang perampok" APBN. Kenyataan ini bisa kita lihat dan kita dengar dari berbagai kalangan pengamat, LSM, bahkan pengakuan para korban mafia anggaran di Banang DPR itu sendiri yang pernah ditayangkan Metro TV beberapa waktu lalu. Jadi sulit dimungkiri kalau Banang DPR bersih dari mafia dan perampok uang rakyat.Publik sebenarnya sejak lama mahfum kalaul Banang DPR menjadi "tampah raksasa" untuk bancakan APBN. Kenyataan itu diperkuat fenomena rekening gendut anggota DPR yang secara akal sehat tentu menimbulkan tanda tanya besar. Lebih heboh lagi saat Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan sejumlah transaksi mencurigakan di rekening anggota Banang dan akan ditindaklanjuti KPK untuk membongkar mafia anggaran.
Bahkan ada joke di kalangan sopir di DPR, "Kalau Anda ingin lihat mobil-mobil supermewah dan mutakhir, datanglah ke Senayan." Salahkah anggota DPR kaya? Tidak. Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana cara mereka memperolehnya. Halal atau haram? Legal atau ilegal? Maling atau merampok uang rakyat? Kalaupun diperiksa KPK pasti mereka akan jawab halal, legal, dan tidak maling uang rakyat. Bahkan mereka berani bersumpah dengan menyebut nama Tuhan. Apalagi belum ditemukan bukti materiil atau fakta hukumnya.Kembali ke perseteruan KPK dan DPR, keduanya merasa telah berada di koridor yang benar dalam melaksanakan tugas. Tapi DPR punya pendapat lain bahwa KPK sudah seperti teroris karena telah mengancam kenyamanan anggota DPR. Hal itu disampaikan Benny K. Harman, pimpinan Komisi III. Dengan kata lain, DPR mengganggap KPK telah melampaui batas kewenangan atau arogan sebagai lembaga superbodi. Bahkan Fahri Hamzah menyindir KPK tidak profesional dan hanya bermodalkan popularitas. Pedas betul kritikan para anggota Dewan tersebut, tapi Ketua KPK Busyro Muqoddas dengan santai dan diplomatis menanggapinya dengan berseloroh; "Silakan saja KPK dibubarkan, tapi harus mengikuti prosedurnya."
Pembenahan Sistem
Memang secara objektif harus diakui KPK belum bisa memberikan hasil yang memuaskan publik secara luas mengingat adanya beberapa kasus besar yang belum bisa tuntas ditanganinya, seperti mafia pajak, kasus Bank Century, atau kasus M.Nazaruddin.
Peneliti hukum Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz punya pendapat lain. Ia menilai yang justru melakukan teror adalah DPR itu sendiri karena mereka panik jika KPK terus merangsek memasuki wilayah projustisia akan banyak anggota DPR yang ditangkap KPK.
Publik menilai KPK masih tebang pilih karena baru berani meringkus koruptor kelas teri sementara koruptor kakap tak tersentuh, atau sekadar cosmetic action untuk menenangkan publik belaka. Namun demikian, bukan berarti KPK-nya harus dibubarkan, hanya perlu pembenahan sistem dan orang-orang KPK yang tidak kapabel dan kredibel wajib diganti.
Perseteruan antara KPK dan DPR setidaknya memberikan hikmah yang nyata bahwasanya lembaga KPK yang diproduksi DPR itu sendiri sebagai lembaga khusus pemberantas korupsi. Dengan pertimbangan, waktu itu kepolisian dan Kejakgung masih diragukan kapasitas dan kredibilitasnya dalam memberantas korupsi. Tapi kini KPK malah menjadi bumerang bagi DPR yang melahirkannya. Kenapa demikian, karena di dalam DPR itu malah banyak bercokol para koruptor yang harus diberantas KPK. Jadi, senjata makan tuan dong

Menko Kesra Bantah Isu SEA Games Batal

       Menteri Koordinasi Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra) Agung Laksono membantah soal isu pelaksanaan SEA Games 2011 pada November mendatang di Jakarta dan Palembang akan dibatalkan.

      Hal itu disampaikan Agung saat memberi sambutan di acara penandatangan kesepahaman bersama antara Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal) dengan Arsip Nasional Republik Indonesia(ANRI), terkait penyelematan dan pelestarian informasi geospasial dan penyerahan peta wilayah Indonesia bersi baru ke ANRI, di Auditorium Bakosurtanal, Cibinong, Jawa Barat, Kamis (15/9)
"Tadi pagi saya rapat dan dapat informasi soal panitia SEA Games akan menyerahkan kepanitiaan ke pemrintah. Itu tidak pernah ada, pemberitaan itu tidak benar, panitia akan mengembalikan mandat dari penyelenggara ke pemerintah," katanya.

        Menurutnya, proses terkait pelaksanaan SEA Games masih berjalan. "Masih proses. Ada proses penyempurnaan kepres dan perpres tentang kewenangan khusus kepada Inasoc (panitia penyelenggara) untuk penyediaan barang. Ini sudah dekat. Semuanya serba 11, tanggal 11 bulan 11. karenanya persiapan sedang berjalan terus dan sekarang sudah tahapan akhir," Agung yang juga pernah menjabat Menteri Pemuda dan Olahraga itu.

       "Berlangsung begitu cepat. Saya percaya dan optimistis, sebelum tanggal 11 bulan 11 sudah selesai. Karena harus ada trial atau uji coba. Tinggal tiga kesuksesan atau prestasinya yang semoga bisa kita raih. Ketiganya yakni sukses menjadi penyelenggara, prestasi sebagai juara umum, dan mengembangkan ekonomi setempat," tambah Agung.

       Ada pun kepentingan penyelenggara itu sendiri, lanjutnya, semuanya sudah tersedia. "Anggaran sudah bisa dikucurkan dan cara penggunaannya bisa ada terobosan, karena waktu yang singkat ini. Meski tidak tender atau rujukan langsung bisa diizinkan, tetapi akuntabilitas, efisien dan efektif bisa dilakukan. Saya kira ini sesuatu hal yang penting," katanya. Agung menegaskan pelaksanaan SEA Games tidak ada lagi keraguan. Pihaknya sudah bicara dengan Rachmat Gobel (Ketua Harian Inasoc) dan Menpora Andi Malaranggeng. "Rachmat Gobel dan Menpora mengatakan tetap berjalan seperti biasanya. Saya optimistis SEA Games akan berlangsung," kata Agung lagi. 

Penggunaan Bus Kampus Sebagai Solusi Masalah Parkiran di ITB

Dari fakta yang bisa kita lihat saat ini, parkiran di ITB selalu penuh setiap hari, kecuali Sabtu dan Minggu. Bukan hanya fasilitas lahan parkir yang ada di ITB yang terlihat penuh, mahasiswa ITB juga memenuhi parkiran yang ada di jalan-jalan sekitar ITB. Jalan Ganeca, Jalan Taman Sari, hingga ke parkiran Gedung Sabuga selalu dipadati kendaraan pribadi milik mahasiswa ITB. Setiap tahun, terlihat bahwa pengguna kendaraan pribadi terus meningkat meningkat. Setahun yang lalu, pukul 09.00 WIB parkiran di ITB masih cukup senggang. Motor dan mobil masih bisa mendapatkan parkir sebelum pukul sembilan. Namun saat ini, lewat dari pukul 07.00 WIB sudah sulit mendapatkan parkir di lahan ITB. Bahkan baru saat ini parkiran motor di ITB ditutup karena lahannya sudah penuh. Tentu ini akan menyulitkan mahasiswa yang kuliahnya baru dimulai siang hari atau sore hari. Bagi mereka yang rumahnya jauh dan memang membutuhkan kendaraan pribadi, tentu hal ini akan merepotkan mereka dalam berkuliah jika sulit mendapatkan tempat parkir.
Selain menggunakan bus kampus, Saya memiliki solusi lain yang mungkin bisa membantu mengurangi permasalah lahan parkir ITB. Yang pertama adalah membatasi penggunaan kendaraan pribadi. Bisa saja dibuat peraturan yang memberikan kesempatan bagi mahasiswa tingkat atas untuk menggunakan kendaraan pribadi dan membuat mahasiswa baru terbiasa untuk menggunakan fasilitas umum. Hal ini dapat menjadi pembelajaran bagi mahasiswa baru untuk berjuang dan berusaha mengingat daya juang mahasiswa baru yang semakin menurun. Untuk mahasiswa yang rumahnya jauh, bisa dibuatkan rekomendasi dengan suatu metode tertentu. Bisa menggunakan stiker yang hanya diberikan kepada mereka yang berhak atau menggunakan KTM sebagai tiket masuk mahasiswa.
Solusi kedua adalah dengan membangun gedung parkir. Lahan di parkiran sipil cukup besar untuk bisa dibangun gedung parkir bertingkat agar bisa menampung lebih banyak kendaraan pribadi. Pembangunan lahan parkir juga sangat mungkin untuk dibuat di lapangan Seni Rupa. Keberadaan gedung parkir akan membantu menyelesaikan permasalahan parkiran di ITB yang selalu penuh.

Tersandung Isu Korupsi, Anggaran E-KTP Rp 6 Miliar


Anggaran Rp 6 miliar ini akan digunakan untuk pembayaran honor petugas pembuat e-KTP serta penambahan daya listrik di kantor kecamatan.

Camat Mamajang, Andi Yasir, menyatakan pembuatan e-KTP tidak dipungut biaya alias gratis. kepastian pengurusan E-KTP terus terganjal menyusul isu korupsi pengadaan E-KTP di kemendagri hingga saat ini. Padahal kemendagri menargetkan pengurusan E-KTP tahap awal di sejumlah kabupaten/kota percontohan rampung dalam kurun waktu 100 hari.

Friday, October 7, 2011

PENDIDIKAN BERBASIS KOMPUTER


Abstrak
Disadari atau tidak, bahwa pengembangan perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software) teknologi informasi, seperti komputer dan Internet misalnya, pada awalnya tidak dimaksudkan untuk memperbaiki mutu pendidikan. Namun demikian, banyak pakar pendidikan yang berusaha memanfaatkan kemajuan teknologi informasi tersebut untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu pendidikan di masing-masing negaranya.
Oleh karena itu, tidak mengherankan jika kemajuan teknologi itu belum bisa dimanfaatkan secara optimal dalam perbaikan dan peningkatan mutu pendidikan. Bahkan kemajuan teknologi informasi ini tidak jarang menimbulkan masalah baru dalam dunia pendidikan. Dalam makalah ini penulis akan menyoroti dan mengajukan alternatif solusi atas masalah-masalah yang berkhubungan dengan: perangkat lunak komputer kependidikan (educational computer software), standarisasi perangkat lunak komputer kependidikan seperti computer assisted instruction (CAI) computer assisted learning (CAL) computer assisted media (CAM) dan sebagainya. Di samping itu, pemrograman dan programer, belajar jarak jauh (distance learning), pemanfaatan Internet dalam dunia pendidikan, keuntungan dan kerugian pemanfaatan teknologi informasi dalam dunia pendidikan akan di diskusikan.
1.    Pendahuluan.

            Perkembangan teknologi informasi baik hardware maupun software sejak awal tahun1980-an terjadi sangat pesat. Pesatnya perkembangan teknologi informasi ini  didukung oleh pesatnya perkembangan prosesor (chip) yang berfungsi sebagai otak sebuah computer pribadi (PC). Hal ini di awali oleh pengembangan prosesor generasi 8088/8086 yang sering disebut generasi XT. Generasi XT ini berhenti dan berikutnya diganti oleh prosesor 80286 yang sering disebut AT. Sejak generasi AT inilah perkebangan prosesor seolah tak terbendung. Tidak lama setelah AT dipasarkan, prosesor generasi 80386 SX segera dipasarkan. Selanjutnya nama prosesor-prosesor sejak generasi 80286 (AT) diambil tiga angka terakhir, seperti 80386 diberi nama prosesor 386. Prosesor generasi 386 ini muncul dengan dua seri yaitu 386 SX dan 386 DX. Perbedaanya adalah seri 386 SX merupakan prosesor 16 bit, sedangkan seri 386 DX adalah 32 bit. Namun demikian sering pula dikatakan orang bahwa 386 DX adalah prosesor generasi 386 yang dilengkapi prosesor pembantu matematik (math-co-procesor). Selanjutnya dalam waktu yang sangat singkat pula setelah pemunculan seri 386, maka muncul generasi 486. Generasi inipun keluar dengan dua seri, yaitu 486 SX dan 486 DX. Seri 486 DX adalah prosesor 64 bit yang dilengkapi math-coprocesor, sedangakn seri 486 SX adalah tanpa math-coprocesor. Prosesor generasi berikutnya tidak lagi menggunakan seri SX dan DX, sebab pada generasi berikutnya yaitu prosesor 586 yang sering disebut pentium math-coprosesor sudah terintegrasi.
          Namun demikian prosesor pentium ini pun muncul dengan berbagai tipe, seperti pentium I, Pentium II, dan pentium III. Di samping itu, pentium ini juga dibedakan atas speed clock yang terpasang di dalamnya, sehingga kita mengenal petium I 60 MHz, Pentium I 100 MHz, pentium I 133 MHz, pentium II 450 MHz, dan bahkan saat ini intel baru saja mengeluarkan pentium III dengan speed clock berorde GHz. Selain speed clock, pentium juga dibedakan atas fungsinya, sehingga kita mengenal pentium celeron, pentium MMX (MMX = multimedia extension). Sebenarnya di atas pentium juga sudah muncul prosesor generasi 686.
            Perkembangan teknologi hardware ini diikuti pula oleh perkembangan pesat dalam bidang software, meskipun perkembanganny jauh dibelakang perkembangan hardware. Sebelum software aplikasi, seperti MS Office, menggunakan sistem operasi windows semua software saat itu bekerja dalam sistem operasi DOS (Disk Operating System). Sistem operasi DOS mendominasi komputer generasi XT sampai generasi 386 SX. Pada awal munculnya prosesor 386 SX, sistem operasi windows generasi pertama mulai dipasarkan. Setelah itu, sejalan dengan perkembangan hardware sistem operasi windows mulai mendominasi semua PC yang kompatibel dengan PC IBM. Kita mengenal berbagai versi sistem operasi windows, seperti windows versi: 3.0, 3.1, 3.11, 95, dan terkahir versi 98. Sejak windows versi 95 sistem operasi DOS tidak lagi dijual terpisah, tapi sudah terintegrasi di dalam windows versi 95 dan versi berikutnya. Meskipun demikian, kita masih dapat menggunakan sistem operasi windows untuk bekerja dengan sistem operasi DOS. Sesungguhnya sistem operasi windows ini bukanlah satu-satunya sistem operasi yang bersifat “user friendly”. Komputer Apple Macintosh, misalnya, sudah menggunakan sistem operasi windows jauh sebelum computer PC IBM dan PC IBM tiruan (IBM Clone = IBM Compatible) menggunakan windows. Namun sayang komputer apple Macintosh menggunakan prosesor yang benar-benar berbeda dengan PC IBM dan harganya saat itu lebih mahal dari pada harga PC IBM maupun PC IBM kompatibel.
            Selain software sistem operasi seperti DOS dan windows, untuk keperluan pengembangan software komputer kependidikan kita juga memerlukan software aplikasi dan software pemrograman. Sekarang sudah tersedia banyak sekali jenis dan versi software aplikasi yang sangat user-friendly dan sangat penuh dengan kapabilitas. Begitu pula dengan software pemrograman. Sebagai contoh, kita mengenal bahasa pemrograman seperti Pascal (dan Turbo Pascal), Basic, Basica, Visual Basic, C, C+, C++, Fortran, Cobol, dan lain-lain.
            Software bahasa pemrograman sangat potensial untuk pengembangan software kependidikan. Namun, kendala terbesar dengan bahasa-bahasa pemrograman adalah sumber daya manusia. Tidak semua orang dapat dengan mudah mempelajari bahasa pemrograman untuk merancang suatu software kependidikan. Oleh karena itu, belakang ini telah terjadi pergeseran penggunaan dari bahasa pemrograman ke bahasa semi pemrograman serti Delphi, C++ Builder, Power point, dan lain sebagainya. Bahasa semi pemrograman ini lebih menyederhanakan penulisan program untuk suatu software yang diinginkan, sebab bahasa semi pemrogram ini dilengkapi oleh banyak “tool” dan asesori yang siap pakai dan dapat dengan mudah diintegrasikan dengan program utama.
            Pada mulanya, prosesor-prosesor dan software-software tersesbut di atas dirancang untuk sebuah komputer pribadi yang berdiri sendiri (stand alone PC). Namun sejalan dengan perkembangannya, PC-PC itu akhirnya dapat diintegrasikan melalui suatu jaringan (network) secara fisik. Sehingga sekarang kita mengenal berbagai jenis jaringan yang mengintegrasikan beberapa buah PC. Contoh jaringan yang sering kita jumpai adalah Local Area Network (LAN), Wide Area Network (WAN), Intranet, dan Internet. Konsekuensinya, maka kita memerlukan sistem operasi jaringan atau sering disebut NOS (network operating system).
            Terdapat cukup banyak NOS dipasarkan, seperti Novell, Unix, Windows NT, dan lain-lain. Fungsi NOS adalah untuk mengontrol komunikasi antar PC yang terintegrasi dalam suatu jaringan. Dengan demikian, kita pun dapat memanfaatkan network untuk keperluan dunia pendidikan, sehingga sistem pendidikan berbasis komputer tidak lagi dibatasi oleh waktu, tempat dan ruang. Dan akhir-akhir ini sudah mulai dipikirkan tentang sistem pendidikan jarak jauh (distance education) melaui jaringan internet.

2. Perangkat lunak komputer kependidikan.
            Sampai saat ini sudah banyak usaha yang dilakukan untuk mengembangkan software komputer pendidikan. Namun sayang, usaha tersebut masih belum dapat dimanfaatkan oleh siswa-siswi atau bahkan oleh mahasiswa sekalipun. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa pengembangan software tersebut di Indonesia khususnya masih tergolong pada fase “early stage”. Di samping itu, pengembangan software kependidikan itu masih bersifat sporadis dan tidak terkoordinasi dengan baik.
            Memang sudah banyak software kependidikan yang bermutu cukup baik, tetapi biasanya software tersebut adalah buatan luar negeri sehingga muncul kendala baru yaitu masalah bahasa Inggris. Ada banyak jenis software kependidikan yang dapat kita kembangkan. Sebagai contoh adalah computer assisted instruction (CAI), intelligent computer assisted instruction (ICAI), computer assisted learning (CAL), computer assisted training (CAT), computer assisted design (CAD), computer assisted media (CAM), dan lain-lain. Masing-masing jenis software tersebut memiliki tujuan dan fungsi masing-masing. CAI umumnya sangat baik untuk keperluan remedial, ICAI dan CAL adalah untuk pembelajaran suatu materi atau konsep, CAT sangat baik untuk membantu kegiatan training, CAD berfungsi untuk pengembangan rekasaya rancangan, CAM berfungsi sebagai media pembelajaran.

3. Pendidikan jarak jauh (distance education) dan Internet.
            Mengingat topografi dan demografi penduduk Indonesia yang kurang menguntungkan, maka kita sudah saatnya memikirkan sistem pendidikan yang dapat dijangkau oleh penduduk paling terpencil dan paling minim sumber dayanya. Negara Indonesia terdiri atas ribuan pulau yang tesebar dalam wilayah yang sangat luas, serta dihuni oleh 200 juta lebih penduduk yang terdistribusi secara tidak homogen. Hal ini merupakan kendala besar untuk implementasi sistem pendidikan konvensional. Oleh karena itu, sistem pendidikan konvesional yang bergantung kepada keberadaan ruang kelas dan sumber daya manusia nyata tidak pernah dapat menyelesaikan berbagai masalah pendidikan mulai dari masalah kesamaan hak memperoleh pendidikan sampai masalah mutu (quality) dan jaminan mutu (quality assurance) pendidikan.
Kendala utama lainnya dalam implementasi system pendidikan kenvensional tersebut adalah keterbasan dana dan sumber daya manusia yang ada. Melalui pemanfaatan komputer, kita dapat mengusulkan paradigma baru sistem pendidikan yang diharapkan dapat mengatasi kendala-kendala tersebut di atas. Ada beberapa alternative paradigma baru sistem pendidikan yang berbasis komputer, salah satunya adalah dapat kita sebut “dot com educational system”. Paradigma ini dapat mengintegrasikan beberapa system seperti “virtual teacher resources system”, “virtual school system”, “Cyber space educational resources system”, atau bahkan “ dot com learning resources system”.
Virtual teacher resources system diharapakan dapat mengurangi masalah kuantitas sumber daya guru yang berkualitas. Paradigma ini dapat memanfaatkan stand alone PC multimedia yang dilengkapi dengan berbagai sumber belajar seperti CAI, ICAI, CAL, CAT dan sebagainya. Sehingga siswa tidak harus secara intensif memerlukan dukungan guru. Atau dengan kata lain, hanya sedikit guru diperlukan untuk menangani siswa dalam jumlah banyak. Dalam paradigma virtual teacher resources yang bertindak sebagai “guru maya (virtual teacher)” adalah sumber belajar itu sendiri seperti CAI, ICAI, CAL, dst. Memang dalam paradigma ini peranan guru tidak dihilangkan, melainkan hanya diminimalkan. Selain itu, fungsi utama guru sebagian besar diambil alih oleh sumber belajar tersebut. Virtual school system lebih luas lagi dari virtual teacher resources system. Dalam system sekolah maya dimungkinkan untuk menyelenggarakan sistem pendidikan dasar, system pendidikan menengah dan bahkan sistem pendidikan tinggi yang tidak berbasis waktu belajar, ruang kelas, dan tempat belajar. Dalam sistem ini, seorang siswa yang terdaftar dalam suatu jenjang pendidikan tertentu dapat melakukan kegiatan pembelajaran kapan saja ia mau, di mana saja ia berada, dan dari mana saja ia belajar. Dalam paradigma ini memang banyak hal yang harus dipikirkan seperti sistem jaminan mutu, sistem pendaftaran, system pendanaan, dan sistem manajemen sumber daya. Keunggulan dari paradigma ini adalah dalam hal daya tampung siswa. Daya tampung virtual school system hampir tak terbatas. Cyber space educational resources system”, atau “ dot com learning resources system” merupakan pendukung utama kedua sistem di atas. Dalam sistem ini, educational system dalam konteks learning resources dapat memanfaatkan semua resources yang tersedia dalam jaringan Internet. Saat ini sudah tersedia jurnal elektronik dari berbagai disiplim ilmu yang memuat artikel-artikel hasil penelitian.
Memang sebagian besar artikel-artikel dalam jurnal-jurnal elektronik tersebut harus dibeli, tapi biasanya abstraksi artikel tersebut disediakan secara bebas dan gratis. Di samping sumber daya belajar yang tersedia di dalam internet, semua perpustakaan konvensional yang ada saat ini juga dapat diintegrasikan secara elektronik (on-line) sedemikian rupa sehingga sumber daya yang dimiliki setiap perpustakaan dapat diberdayakan secara optimal oleh semua pelaku pendidikan di seluruh dunia. Semua paradigma baru tersebut di atas dapat diintegrasikan ke dalam suatu system pendidikan jarak jauh dengan memanfaatkan keunggulan teknologi internet.

4. Standarisasi mutu perangkat lunak komputer kependidikan.

Dalam kaitannya dengan perangkat lunak komputer kependidikan, dan tidak bermaksud
membatasi kreativitas masing-masing, kita harus mulai memikirkan standarisasi dari
perangkat lunak komputer kependidikan yang akan disajikan kepada para siswa atau mahasiswa. Standarisasi ini dimaksudkan untuk mempertahankan mutu dan memberi
jaminan mutu (quality assurance) outcome system pendidikan. Saat ini sudah banyak sekali sumber belajar yang berbasi komputer bahkan berbasis multimedia baik yang berfungsi sebagai materi pokok, maupun sebagai materi pengayaan.
Namun penelitian tentang dampak dari penggunaan sumber-belajar tersebut belum banyak dilakukan, terutama dalam hal kemungkinan adanya miskonsepsi yang ditimbulkan oleh sumber belajar itu. Sulit sekali memperbaiki miskonsepsi yang ada pada siswa, apalagi jika
miskonsepsi itu ditanamkan dengan cara yang sangat mengesankan seperti melalui computer multimedia sehingga akan kuat menempel pada memori siswa. Oleh karena itu, studi tentang pengembangan, uji coba dan standarisasi perangkat lunak komputer kependidikan harus segera dilaksanakan oleh kita semua.

5. Programer dan bahasa pemrograman.

Banyak sekali bahasa pemrograman komputer (computer programming language) seperti Turbo Pascal, Fortran, Basic, Cobol, C, C++, bahkan C++ for windows pun sudah tersedia. Namun sebaliknya, di negara kita masih sedikit sekali programer yang benar-benar pakar. Akibatnya, produk-produk software yeng berupa software komputer kependidikan jumlahnya masih sedikit sekali dan kualitasnya pun belum memuaskan. Oleh karena itu, ada beberapa alternatif untuk mengatasi keadaan ini, yaitu: meningkatkan jumlah programer pakar, atau memilih alternatif bahasa pemrograman yang lebih mudah dan lebih user friendly.
Nampaknya kedua alternatif tersebut dapat dilakukan sebab saat ini pun sudah tersedia bahasa pemrograman yang lebih menyederhanakan pemrograman, seperti Delphi, C++ Buider, dan lain-lain. Namun sebelum menentukan software mana yang akan diadopsi untuk keperluan pengembangan software komputer kependidikan kita harus menyepakati terlebih
dahulu bentuk-bentuk perangkat lunak komputer kependidikan itu sendiri, sebab seperti
dijelaskan di atas ada banyak sekali jenis dan fungsi perangkat lunak komputer kependidikan.

6. Keuntungan dan kerugian dari teknologi informasi dalam dunia pendidikan.

Komputer memang cepat tapi tidak smart. Oleh karena itu, jika kita menghendaki proses yang cepat maka komputer dapat membantunya. Tapi jika kita gegabah, maka tidak mustahil hasil olahan komputer tidak sesuai dengan yang kita harapkan, sebab kita mengenal jargon garbage in garbage out”. Artinya, jika kita memiliki software yang secara syntak benar tapi secara logika masih salah, maka setiap input yang kita berikan akan diolah dan computer akan memberikan keluaran. Namun karena secara logika salah, maka keluaran tersebut salah pula. Contoh sederhana adalah proses menghitung nilai y dalam persamaan berikut.

y = (x +1)/(x +2) untuk setiap nilai x. (1)

Jika persamaan tersebut dihitung oleh program yang secara syntak benar tapi secara logika salah maka hasil yang muncul pasti salah. Misal dalam progam, syntaknya ditulis seperti di bawah ini:

y = x + 1/x +2.

Penggunaan operator + dan / dalam syntak itu sudah benar, tapi logika syntak itu tidak sama dengan maksud persamaan (1) di atas, sehingga kalau kita masukan nilai x ke dalam program itu akan menghasilkan nilai yang berbeda dengan yang diinginkan oleh persamaan (1) di atas, lihat tabel di bawah.


Dari tabel tersebut di atas dapat kita lihat bahwa nilai yang kita inginkan adalah nilai dalam kolom dua sedangkan apa yang dihasilkan program komputer adalah nilai dalam kolom terakhir dan jelas berbeda sekali dengan nilai yang diharapkan. Jadi, cepat saja tidak cukup untuk dapat membantu mengatasi masalah kependidikan, tetapi kebenaran secara logika tidak bisa kita abaikan. Dengan demikian, semua software komputer kependidikan harus bebas kesalahan yang bersifat logika, sehingga tidak akan menimbulkan miskonsepsi tingkat kedua. Miskonsepsi tingkat pertama adalah miskonsepsi yang diakibatkan oleh kesalahan dalam memahami materi subjek itu sendiri. Jadi memang komputer dalam kependidikan itu memiliki banyak keuntungan seperti, cepat, menarik, interaktif, mampu menampilkan animasi, simulasi, dan sebagainya, tapi juga tidak kurang kerugian yang mungkin dihadapi, seperti: munculnya miskonsepsi tingkat kedua, sulit mendapatkan baik softwarenya maupun hardwarenya, mahal, dan sebagainya.

7. Kesimpulan

Dengan demikian, untuk dapat menyelenggarakan pendidikan berbasis komputer di Indonesia kita masih harus memikirkan banyak hal agar pemanfaatan teknologi informasi ini tidak menambah masalah kependidikan yang memang sejak dahulu sudah cukup banyak. Hal-hal yang harus kita pikirkan itu adalah pemilihan perangkat keras yang cocok dan terjangkau, sistem pendidikan, pemilihan jenis perangkat lunak kependidikan, standarisasi perangkat lunak kependidikan, pemilihan bahasa pemrograman dan penyediaan programer, serta meminimalkan miskonsepsi tingkat kedua.




Perkembangan Teknologi Game


Pengenalan
Bergeraknya roda dunia tidak saja memberikan dampak pada dunia teknologi dan ilmu pengetahuan semata. Namun, hal ini dapat juga mempengaruhi aspek-aspek lain yang sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Permainan, satu kata ini mungkin begitu sederhana artinya dimata kita semua, namun dari satu bidang ini ternyata dapat memberikan sesuatu hal positif dalam perkembangan dunia ilmu pengetahuan khususnya teknologi serta memberikan dampak positif pula dalam hal sosial masyarakat.

Gambar 1. Permainan egrang yang sampai saat ini masih sering banyak digemari masyarakat desa. Tak luput pula permainan ini sering digunakan pada acara sirkus. Sumber:apiindonesia.com

Permainan sendiri sudah lama ada sejak ribuan tahun yang lalu. Meskipun kita ketahui bahwa permainan pada masa lalu tentu masih sangat - sangat sederhana dan tradisional sekali. Sebagai contoh permainan yang ada di Indonesia seperti permainan congklak, egrang, lompat tali, dan lain-lain. Ribuan jumlahnya permainan tradisional yang ada di seluruh Indonesia. Begitu pula dengan di negara - negara lainnya. Kesederhanaan permainannya tidaklah menjadi sesuatu hal yang sangat penting, namun jika kita lihat dari sudut pandang maksud dari permainan tersebut tentunya memiliki banyak pengetahuan untuk kita. Sebut saja permainan egrang, permainan yang menggunakan 2 batang kayu atau bambu dan diberi tempat untuk meletakkan kaki kita, sebenarnya untuk melatih keseimbangan kita saat kita berjalan dengan egrang tersebut. Selain keseimbangan, tentunya juga melatih dinamika pergerakan antara kaki dan tangan agar dapat berjalan dengan stabil. Itulah sekilas tentang permainan - permainan tradisional yang sampai saat ini kita masih melihatnya meskipun intensitas dimainkan oleh masyarakat yang tidak besar lagi.

Generasi Saat Ini

       Harus kita akui semakin maju peradaban manusia tentu semakin maju pula pola pikir manusia itu sendiri. Hal ini yang menyebabkan berkembang pula teknologi (khususnya dalam bidang game) dan ilmu pengetahuan. Salah satu permainan yang sudah sangat familiar di masyarakat adalah permainan game digital virtual, seperti Nintendo, SEGA, Play Station, dan lain - lain. Maksud dari game digital virtual adalah game yang semata-mata hanya dapat kita lihat dan kita mainkan secara digital tanpa pernah “menyentuh” si permainan itu sendiri. Meskipun terdapat juga beberapa permainan yang non-virtual sehingga kita sendiri dapat merasakan permainan itu sendiri.
Melihat sejarah permainan yang berbasiskan teknologi modern pada komputer dapat kita jumpai pada tahun 1952. Pada saat itu Douglas menciptakan sebuah permainan dengan nama Tic Tac Toe yang diprogram pada komputer EDSAC Vacum Tube. Selain itu telah dibuat juga sebuah permainan yang terdapat di televisi yang dibuat pertama kali oleh Ralph Bear dengan nama permainan Chase. Era ini pun merupakan generasi pertama dalam teknologi game.

Gambar 2. TicTacToe merupakan generasi awal permainan di era berteknologi informasi. Sumber: johnthurlow.com

Selanjutnya pada era tahun 1970-an (generasi ke-dua) mulai terdapat beberapa permainan yang sedikit lebih maju. Dengan teknologi ROM (Read Only Memory) yang mana aplikasi permainan tersebut di simpan pada sebuah keping plastik. Dan jika ingin memainkan permainan tersebut, pasangkan memory pada slot yang tersedia pada hardware game. Selanjutnya pada generasi ke-tiga (sekitar tahun 1980-an) Jepang merilis sebuah permainan yang sejak dari dulu hingga saat ini kita sangat mengenalnya. Nintendo adalah namanya. Dengan permainan utamanya adalah Mario Bros, merupakan permainan yang sudah tidak asing lagi bagi kita. Namun, tidak lama Nintendo mendapatkan saingan baru yaitu SEGA yang dibuat oleh Amerika Serikat.

Gambar 3. Permainan yang sangat fenomenal di masyarakat Indonesia.

Pada generasi ke-empat memang terdapat saingan baru untuk Nintendo dan Sega, yaitu dengan hadirnya Nippon Electric Company yang merupakan game PC Engine. Namun ternyata pada generasi tersebut masih didominasi oleh generasi ke-tiga. Generasi ke-lima merupakan awal mulanya teknologi game berbasis 32 bit yang berlangsung sekitar tahun 1993. Nintendo masih bertahan pada generasi ini meskipun terdapat perubahan pada hardware penyimpanan. Yang paling terlihat jelas adalah dengan hadirnya PlayStation 1 yang di motori oleh perusaha elektronik ternama di Jepang, yaitu Sony. Pada PlayStation ini permainan disimpan pada sebuah keping CD. Dan terdapat storage memory untuk meng-save permainan yagn telah dimainkan. Berlanjut pada generasi ke-enam dengan munculnya kehadiran X-Box yang dirilis oleh DreamCast pada tahun 1998. Lalu muncul kembali produk Sony selanjutnya yaitu PlayStation 2.
 
Gambar 4. Play Station 2 merupakan generasi penerus dari Play Station 1. Produk ini merupaka yang terlaris di dunia teknologi game

Dan permainan ini pun dimainkan dengan media permainan yang berasal dari keping DVD. Generasi ke-tujuh merupakan lanjutan dari perkembang teknologi game dari generasi ke-enam. Masih X-Box dan PlayStation yang berperan disini, namun terdapat beberapa perubahan pada konektivitas hardware permainan. Dimana salah satu hardware penting dalam permainan yaitu Joystick sudah tidak lagi bermedia kabel melainkan sudah nirkabel. Media transmisi yang digunakan adalah wireless (bluetooth dan infra red). Dan permainan pun sudah dapat dimainkan secara online di internet, sehingga interaksi manusia yang terlibat pada permainan tersebut sudah sangat luas. Pada generasi inipun juga terlahir permainan yang dibesut oleh Sony Entertainment berupa Play Station Portable atau lebih dikenal dengan PSP. Merupakan sebuah game yang dapat dengan mudah dijinjing kemana saja layaknya sebuah handphone genggam. Tidak saja berfungsi sebagai aplikasi pemutar game, PSP dapat juga dioperasikan untuk pemutar film, musik dan dapat juga digunakan untuk berselancar di dunia maya berkat dukungan jaringan wifi yang tersedia pada hardware tersebut.
Akhir kata apapun permainan yang ada sejak dahulu hingga saat ini, semuanya tidak lepas dari hiburan semata. Namun, terdapat beberapa point penting lainnya yang semestinya kita semua (baik itu si-pembuat game ataupun si pemakai) menyadari betul akan manfaat dari game itu sendiri. Sehingga selain dijadikan sebagai hiburan, dapat juga sebagai penambah wawasan kita dalam ilmu pengetahuan lainnya.



Teknologi Digital Video Recorder (DVR)


Abstrak

               Adaptasi teknologi di suatu negara tergantung dari berbagai faktor, antara lain yang paling dominan adalah sistem politik, ekonomi, dan media negara tersebut. Indonesia, negara demokratis dengan populasi sangat besar serta derajat kebebasan media yang besar, sangat memungkinkan munculnya berbagai adaptasi teknologi dengan baik dan cepat. Teknologi yang diadaptasi dapat berupa hardware atau software.
                 Teknologi Digital Video Recorder (DVR) mulai merambah pasar Indonesia tahun 2010. DVR adalah alat perekam siaran TV yang memberikan kenyamanan pada penonton, karena DVR dapat merekam siaran favorit disaat kita menonton siaran di channel lain secara bersamaan. Namun ada kendala; DVR hanya bisa merekam siaran digital, sedangkan Indonesia belum juga merealisasikan program digitalisasi TV. Siaran digital yang dapat direkam oleh DVR di Indonesia hanya siaran TV berbayar Indovision yang hanya dimiliki segelintir orang.
                       Teori Perspektif payung oleh August E. Grant digunakan sebagai alat analisis penelitian ini. Secara ringkas teori ini menyatakan terdapat lima area yang harus ditinjau dalam memahami teknologi. Lima area tersebut adalah sistem sosial (sistem politik, ekonomi, media), infrastruktur organisasional, hardware, software, dan pengguna individual. Dalam setiap area tersebut juga harus ditinjau empat faktor: enabling, limiting, motivating, dan inhibiting.
Kesimpulan adalah teknologi harus ditinjau dari berbagai aspek sosial manusia, secara individu, sistem, maupun kelompok. Hal ini akan membantu untuk memahami hambatan apa yang menyebabkan suatu teknologi tak dapat beradaptasi dengan, misalnya teknologi DVR di Indonesia.


BAB 1
PENDAHULUAN
v  Latar Belakang
            Teknologi tidak muncul hanya karena dia ada, namun karena dilatrbelakangi berbagai faktor yang terkait dengan masyarakat. Teknologi dapat dilihat sebagai sesuatu yang tidak bebas nilai ketika kita memandangnya dari kegiatan manusia sebagai penggunanya, misalnya praktek penggunaan dan manfaatnya sebagai simbol status. Teknologi bukan lagi bagian yang terpisah, namun merupakan bagian dari kehidupan manusia yang sarat dengan nilai. Istilah teknologi adalah istilah yang memiliki banyak definisi. Pacey dalam bukunya memperkenalkan konsep “technology-practice” atau praktek teknologi untuk merepresentasikan bahwa teknologi tidak bebas nilai, ia terkait dengan aspek sosial kemanusiaan. 
            Penjelasan di atas  menggambarkan bahwa adaptasi teknologi di suatu negara tergantung dari berbagai faktor, antara lain yang paling dominan adalah sistem politik, ekonomi, dan media negara tersebut. Indonesia, negara demokratis dengan populasi sangat besar serta derajat kebebasan media yang besar, sangat memungkinkan munculnya berbagai adaptasi teknologi dengan baik dan cepat. Teknologi yang diadaptasi dapat berupa hardware atau software.
            Suatu teknologi home video bernama Digital Video Recorder (DVR) mulai merambah Indonesia sejak 2010. Sesuai dengan namanya, alat ini dapat merekam siaran program TV dalam bentuk siaran digital. Alat ini dapat merekam siaran TV favorit ketika penggunanya menonton siaran lain bahkan alat ini dapat mendeteksi iklan sehingga tidak ikut terekam. DVR sudah lama berkembang di pasar Amerika dan Eropa. Penetrasi alat ini ke Indonesia dilihat sebagai salah satu peluang yang baik karena Indonesia adalah pasar yang besar. Berdasarkan data KPI disebutkan bahwa dari 200 juta penduduk Indonesia, terdapat 30 juta yang memiliki TV.
                Adaptasi teknologi DVR di Indonesia rupanya tak semudah itu. Seperti yang disebutkan di atas, bahwa alat ini hanya dapat merekam siaran TV digital dan tidak memiliki TV tuner analog. Sedangkan sistem media di Indonesia masih menggunakan sistem analog. Rencananya, Indonesia baru akan menerapkan sistem digitalisasi TV pada 2015 secara menyeluruh, sedangkan uji coba sudah dilakukan di Jakarta dan sekitarnya sejak 2008 lalu. Sementara ini, DVR hanya dapat merekam siaran program TV kabel berbayar seperti Indovision. Padahal, dari 30 juta penduduk Indonesia yang memiliki TV hanya terdapat 1,5 juta pelanggan TV kabel. Hal ini menunjukkan bahwa adaptasi teknologi DVR menemui kendala jika dilihat dari faktor pengguna individual di Indonesia, begitu juga jika dilihat dari sistem media di Indonesia.
            Teknologi Digital Video Recorder (DVR) mulai merambah pasar Indonesia tahun 2010. DVR adalah alat perekam siaran TV yang memberikan kenyamanan pada penonton, karena DVR dapat merekam siaran favorit disaat kita menonton siaran di channel lain secara bersamaan.
            Namun ada kendala; DVR hanya bisa merekam siaran digital, sedangkan Indonesia belum juga merealisasikan program digitalisasi TV. Siaran digital yang dapat direkam oleh DVR di Indonesia hanya siaran TV berbayar Indovision yang hanya dimiliki segelintir orang. Adaptasi teknologi DVR di Indonesia terganjal beberapa faktor dalam penerapan teknologi, yaitu faktor sistem media, kemampuan ekonomi dalam menerapkan teknologi baru, hingga ke pengguna individual.

BAB 2
PEMBAHASAN

v  Teori Perspektif Payung dalam Teknologi Komunikasi
            Hal yang dapat diamati secara jelas dalam teknologi, adalah perkembangan peralatannya atu hardware. Hardware adalah bagian tangible dari sistem teknologi, dan umumnya sistem teknologi  baru dimulai dari perkembangan hardware. Namun bagaimanapun suatu sistem teknologi tidak boleh hanya dipahami dari sisi hardware nya saja. Pesan yang dikomunikasikan melalui hardware tersebut, yaitu software, juga tak kalah pentingnya. Hardware dan software rupanya harus dipelajari dalam konteks yang lebih besar pula. Seperti yang dikutip Rogers (1986), definisi teknologi komunikasi melibatkan sejumlah kontekstual faktor: “the hardware equipment, organizational structures, and social values by which individuals collect, process, and exchange information with other individuals”
            Menurut Rogers, kontekstual faktor tersebut adalah struktur organisasi masyarakat serta nilai social. Ahli lainnya, Ball-Rokeach (1985) dalam teori dependency sistem media menyebutkan faktor yang lebih kompleks dalam memahami teknologi:
“Communication media can beunderstood by analyzing dependency relations within and across levels of analysis, including the individual, organizational,and system  levels. Within the system level, Ball-Rokeach (1985) identifies three systems for analysis: the media system, the political system, and the economic system. “
            Secara singkat, menurut Ball-Rokeach sistem media dapat dipahami dari hubungan level individual, organisasional, dan sistem. Terdapat tiga sistem, yakni sistem media, politik, dan ekonomi.Kedua pendekatan tersebut telah disimpulkan dalam “Perspektif Payung pada Teknologi Komunikasi” yang digagas oleh August E. Grant.
            Bagian bawah payung terdiri dari teknologi hardware dan software. Level selanjutnya adalah infrastruktur organisasional, maksudnya, kelompok-kelompok yang terlibat pada produksi dan distribusi teknologi. Pada bagian paling atas adalah level sistem, yaitu sistem politik, ekonomi, dan media. Terakhir, ‘pegangan’ dari payung tersebut adalah pengguna individual. Hal ini berarti bahwa hubungan antara pengguna dengan teknologi harus dianalisis sesuai dengan urut-urutan atau hierarki tersebut, sehingga dapat dipahami bagaimana ‘pegangan’ tersebut bisa mengkonsumsi teknologi. Asumsi dasar dari perspektif payung ini adalah semua lima area dalam payung tersebut harus dianalisis untuk memahami teknologi secara utuh.
            Terdapat faktor lain yang mempengaruhi masing-masing bagian di payung tersebut. Faktor-faktor ini bertujuan untuk mengidentifikasi akibat karakteristik suatu teknologi. Faktor-faktor tersebut adalah “enabling”, “limiting”, “motivating”, dan “inhibiting”:
a) Faktor “enabling: berbagai hal yang menyebabkan teknologi beradaptasi. Misalnya, ditemukannya kabel coaxial yang dapat membawa lebih banyak channel TV dibanding kabel tradisional adalah faktor enabling pada level hardware. Keputusan pemerintah dalam porsi distribusi sinyal bisa menjadi enabling faktors pada level sistem politik.
b) Faktor “limiting: berbagai hal yang menjadi penghalang bagi adaptasi teknologi. Contoh terbaik adalah dilema televisi kabel. Meskipun kabel coaxial dapat mentransmisikan lebih banyak channel, namun jaringan kabel coaxial analog yang masih banyak digunakan tidak dapat mentransmisikan lebih dari 100 channel. Ini jelas memperlihatkan limitasi pada level hardware. Selain itu, jika pemerintah telah mengeluarkan regulasi yang memperbolehkan beredarnya sinyal digital, namun hanya ada dua stasiun TV yang mau menyiarkan siaran digital, maka hal tersebut merupakan faktor limitasi pada level organisasional.
c) Faktor “motivating : faktor-faktor yang menjadi alasan adaptasi teknologi. Teknologi tidak diadaptasi hanya karena mereka ada. Pengguna individual, organisasional, dan sistem harus memliki alasan yang dapat menguntungkan mereka ketika mengadaptasi teknologi. Misalnya, keinginan perusahaan telepon utnuk mencetak profit yang tinggi, dibarengi tingginya permintaan telepon di daerah-daerah terpencil, adalah faktor motivating pada tahap organisasional sehingga perusahaan telepon ‘x’ memasuki pasar teknologi komunikasi baru. Contoh lain, keinginan pengguna individual untuk mendapatkan informasi secara cepat dapat menjadi faktor motivating pada level individual.
d) Faktor “inhibiting : faktor-faktor yang menjadi halangan bagi adaptasi atau penggunaan teknologi komunikasi baru. Hal paling mudah dalam faktor inhibiting adalah kompetisi antar teknologi bagi teknologi baru maupun yang sudah ada. Hal ini akan berakibat pada pemilihan cost yang dikeluarkan pengguna individual. Setiap pengguna individual akan mempertimbangkan apakah cost yang dikeluarkan sesuai dengan servis yang ia dapat jika dibandingkan dengan teknologi lain.
                 Keempat faktor tersebut dapat diidentifikasi pada level sistem, organisasional, software, dan pengguna individual. Level hardware hanya bisa dianalisis faktor enabling dan limiting nya saja, karena hardware tidak dapat menyediakan faktor motivating. Faktor motivating berasal dari pesan yang disampaikan (software) atau salah satu level lain di payung tersebut.
                  Dalam banyak kasus, faktor organisasional dan sistem politik biasanya lebih penting dalam perkembangan dan adaptasi teknologi komunikasi baru daripada level hardware. Misalnya, kebijakan politis dan ekonomi harus terlibat banyak dalam standarisasi produksi dan transmisi high-definition television (HDTV). Sama halnya dengan faktor organisasional, misalnya, kebijakan IBM untuk memasuki pasar pada 1980 yang akhirnya berdampak pada standarisasi Operating System (OS) di seluruh dunia.

A.   Teknologi Digital Video Recorder (DVR)

            Teknologi video dalam rumah yang baru di Indonesia adalah Digital Video Recorder (DVR). Inti dari teknologi DVR adalah adalah hard drive berkapasitas besar yang dapat merekam selama lebih dari 40 jam. Namun hal yang paling istimewa adalah otak komputer yang mengontrolnya. DVR dapat mencari dan merekam program favorit pemiliknya. Ia juga dapat merekam dan memutar ulang di saat yang sama. Program ini juga mampu mem-pause dan rewind suatu program live di TV. DVR membiarkan pemirsa membuat sendiri instant replay dan jeda dan program mundur.  Dengan bantuan dari jadwal TV saat ini yang didownload melalui sambungan telepon atau TV kabel, mereka dapat melacak tayangan favorit, rekaman seluruh American Idol, dan bahkan menghilangkan tayangan ulang. Teknologi ini juga memungkinkan untuk melewatkan iklan, sebuah fitur yang mengancam keberadaan kedua lembaga penyiaran komersial dan saluran kabel dasar.
                DVR mulai memasuki pasar Indonesia pada November 2010 lalu. Seperti namanya, perangkat ini memliki kemampuan untuk merekam tayangan TV digital. DVR tidak memiliki TV tuner analog. Salah satu keunggulan yang dimiliki DVR adalah adanya TV Tuner ganda sehingga pemirsa dapat merekam dan menonton dua saluran yang berbeda. Selain kemampuannya merekam, DVR yang beredar di Indonesia ini juga pada dasarnya adalah sebuah perangkat pemutar multimedia. Ia mendukung beragam format video, seperti FLV, MKV, atau RMVB. Keunggulan lainnya perangkat ini, jika terdapat Ethernet misalnya, maka ia dapat terhubung ke jaringan rumah dan berfungsi sebagai pemutar multimedia jaringan atau NAS (Network Attached Storage). Jika dihubungkan ke internet, perangkat ini juga bisa diakses dari jauh, baik itu untuk memutar video/lagu secara streaming atau menyimpan file.

B.  Digitalisasi di Indonesia

v  Definisi Sistem Digital pada Televisi
                 Penyiaran TV digital secara umum didefinisikan sebagai pengambilan atau penyimpanan suara secara digital, yang pemrosesannya (encoding-multiplexing) termasuk proses transmisi dilakukan secara digital pula. Kemudian setelah melalui proses pengiriman (receiving) melalui udara, proses penerimaan pada pesawat penerima, baik penerimaan tetap di rumah (fixed reception) maupun yang bergerak (mobile reception) dilakukan secara digital pula. Berdasarkan definisi tersebut, upaya digitalisasi tersebut lebih terfokus pada sinyal digital yang ditransmisikan pada pemancar, sehingga pesawat TV yang ada sekarang (analog) cukup ditambah set-top box agar dapat menerima sinyal digital.
            Konvergensi sistem TV analog ke TV digital memiliki banyak manfaat. Berikut beberapa alasan yang mendasari perlunya migrasi ke sistem TV digital :

a) Efisiensi spektrum frekuensi
         Dalam TV digital, satu kanal frekuensi bisa digunakan sekaligus untuk beberapa program siaran. Jika dibandingkan dengan TV analog, satu kanal hanya bisa untuk satu program siaran.

b) Peningkatan kualitas dan keandalan
                Kualitas TV digital jauh lebih baik dibandingkan TV analog karena TV digital bebas dari derau. Hal ini membuat kualitas gambar dan keandalan siaran TV digital jauh lebih baik.

c) Kompatibilitas
            TV digital memiliki format standar di seluruh dunia untuk program siaran, yaitu MPEG-2. Hal ini berarti dengan adanya TV digital maka beberapa standar siaran TV analog seperti NTSC, PAL, maupun SECAM dapat disiarkan dalam saru format saja, MPEG-2.

d) Skalabilitas
        Siaran digital memungkinkan peningkatan lebar layar televisi, dari bentuk layar standar yaitu SDTV (Standard Definition TV) ke EDTV (Enhanced Definition TV) atau bahkan HDTV (High Definition TV).

v  Migrasi Analog ke Digital
            Secara umum di dunia, migrasi sistem analog ke digital pada televisi sudah terjadi sejak beberapa tahun yang lalu. Misalnya, Jerman telah memulai proyek digitalisasi pada 2003 dan Inggris telah melakukan percobaan mematikan penyiaran TV analog pada 2005. Eropa berencana untuk menghentikan total sistem analog pada 2012. Pada regional Asia, Jepang akan melakukan hal serupa pada 2011, sementara Singapura telah meluncurkan TV digital sejak Agustus 2004 dan sudah 250.000 rumah yang menikmati.
            Lantas bagaimana dengan Indonesia yang berpenduduk banyak dan tentunya membutuhkan variasi siaran program TV? Langkah pembuka sebenarnya sudah dimulai sejak 1997 dalam format TV digital satelit. Sejak tahun 2004 di bawah koordinasi Tim nasional Migrasi Televisi dan Radio dari Analog ke Digital, telah dilakukan berbagai kajian terhadap implementasi penyiaran TV digital. Bahkan uji coba siaran TV digital telah dilakukan sejak pertengahan 2006 dengan menggunakan kanal 34 UHF untuk standar DVB-T dank anal 27 UHF untuk standar T-DMB.Akhirnya setelah melalui serangkaian telaah ilmiah dan kosultasi seperti yang disebutkan di atas, Pemerintah pada tahun 2007 menetapkan akan menggunakan standar siaran seperti yang digunakan di kawasan Eropa (DVB-T). Hal ini tercantum dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No. 07/P/M. KOMINFO/3/ 2007, yang ditandatangani Menkominfo Sofyan Djalil, pada 21 Maret 2007, tentang Standar Penyiaran Digital Terestrial untuk Televisi Tidak Bergerak di Indonesia, disebutkan bahwa pemerintah menetapkan DVB-T (Digital Video Broadcasting-Terestrial)sebagai standar penyiaran TV digital untuk pengguna tidak bergerak di Indonesia. Sedangkan satandar TV digital untuk pengguna bergerak (mobile) belum ditentukan.
                    Peraturan menteri tersebut jelas keputusan yang amat penting, karena menjadi pemandu bagi arah perkembangan penyiaran TV digital di masa mendatang. Meskipun masih banyak hal yang harus dipersiapkan pemerintah dalam digitalisasi seperti standarisasi perangkat dan timeline implementasi digitalisasi. Namun peraturan resmi pemerintah tersebut dapat dijadikan acuan bagi komponen masyarakat yang terlibat dalam dunia penyiaran televisi dan produsen alat elektronik untuk bersiap-siap.

v  Standar Penyiaran TV Digital di Dunia
            Terdapat beberapa standar TV digital yang digunakan Negara-negara maju di dunia. Pemilihan standar tersebut disesuaikan dengan kondisi Negara, sehingga kelebihan yang dimiliki satndar tersebut dapat dimanfaatkan secara maksimal. Berikut gambaran singkatnya, sehingga dapat dikaji standar yang terbaik bagi Indonesia:

a) DVB-T (Digital Video Broadcasting Terrestrial)
               DVB-T adalah standar yang diberlakukan di semua negara Eropa serta sejumlah negara di Asia dan Australia. Pertama kali diluncurkan pada September 1998 dan berbasis teknik OFDM (Orthogonal Frequency Division Multiplexing) yang dikombinasikan dengan interleaving. Memiliki kelebihan dalam menjangkau TV yang bergerak, bahkan di dalam mobil yang berkecepatan tinggi. Gabungan kedua teknik tersebut juga menyebabkan DVB-T memiliki jetahan tinggi terhadap berbagai gangguan akibat kondisi kanal buruk dengan adanya derau, lintasan jamak, dan variasi daya terima karena fading. Kelebihan lainnya, DVB-T juga dapat diimplementasikan dalam mode SFN (Single Frequency Network) dimana suatu operator dapat memasang beberapa pemancar dengan frekurnsi yang sama tersebar pada suatu area dengan tujuan memperluas dan memperbaiki kualitas cakupan tanpa perlu menambah frekuensi.

b) ISDB-T (Integrated Services Digital Broadcasting Terrestrial)
                   ISDB-T adalah standar penyiaran yang diberlakukan di Jepang dan dirilis sejak 1 Desember 2003. Sistem ISDB-T ini menggunakan BST-OFDM (Band Segmented Transmission – OFDM) sebagai sistem transmisi. Satu kanal TV selebar 6 MHz dibagi ke dalam 13 segmen yang masing-masing dimodulasi secara OFDM yang dilengkapi dengan time interleave yang membuat sistem ini lebih tahan menghadapi gangguanmultipathimpulse noise, dan fading sehingga cocok sebagai aplikasi mobile reception.

c) ATSC (Advanvanced Television Systems Committee)
                       ATSC merupakan standar yang diberlakukan di Amerika Utara, Amerika Selatan, dan beberapa Negara di Asia. Pertama kali diluncurkan pada 1 November 1998 dengan mengirimkan sinyal TV digital dengan teknik  modulasi amplitudo digital yang dipadu dengan pemfilteran VSB untuk membatasi bandwith. ATSC dipandang lebih sesuai untuk penerima TV yang tidak bergerak dan sejak semula memang dirancang untuk mampu mengantarkan sinyal HDTV (High Definition TV).

d) T-DMB (Terrestrial-Digital Multimedia Broadcasting)
             Sistem T-DMB dikembangkan di Korea Selatan yang merupakan modifikasi aplikasi sistem radio DAB (Digital Audio Broadcasting) pada band VHF (6 MHz). DAB dipilih karena telah teruji keterandalannya, di samping karena efisien dalam penggunaan frekuensi dan besaran bit-rate yang cukup untuk siaran TV digital.

e) DMB-T (Digital Multimedia Broadcasting Terrestrial)
                Ini merupakan standar yang dirilis paling akhir, dikembangkan di China yang merupakan modifikasi dari DVB-T. Keunggulan sistem ini adalah dilengkapi dengan siyal sinkronisasi yang dikirim terpisah dari sinyal TV sehingga memberikan ketahanan lebih tinggi bagi sinyal sinkronisasi terhadap derau dan interferensi sehingga proses pendeteksian sinyal TV menjadi lebih baik pula.

v  Level Sistem
            Level paling atas dari perspektif payung adalah level sistem, salah satunya sistem politik. Untuk memahami adaptasi teknologi pada suatu Negara, maka kita harus menganalisis apakah sistem politik di Negara tersebut mendukung teknologi yang ada. Dalam hal adaptasi DVR yang hanya bisa merekam siaran TV digital saja, maka dari sisi level sistem politik harus dikaji kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan migrasi sistem analog menuju digital di Indonesia.
            Pemerintah pada tahun 2007 menetapkan akan menggunakan standar siaran seperti yang digunakan di kawasan Eropa (DVB-T). Hal ini tercantum dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No. 07/P/M.KOMINFO/3/ 2007, yang ditandatangani Menkominfo Sofyan Djalil, pada 21 Maret 2007, tentang Standar Penyiaran Digital Terestrial untuk Televisi Tidak Bergerak di Indonesia, disebutkan bahwa pemerintah menetapkan DVB-T (Digital Video Broadcasting-Terestrial)sebagai standar penyiaran TV digital untuk pengguna tidak bergerak di Indonesia.

            Terdapat Peraturan Menteri yang diterbitkan Departemen Komunikasi dan Informatika  pada 2009, yaitu Peraturan Menteri Nomor 39/PER/M.KOMINFO/10/2009 yang mengatur tentang Kerangka Dasar Penyelenggaraan Penyiaran Televisi (TV) Digital Terestrial Penerimaan Tetap Tidak Berbayar (Free to Air). Isi Peraturan Menteri itu secara umum adalah penyiaran TV digital bertujuan untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan spektrum frekuensi radio untuk penyelenggaraan penyiaran, meningkatkan kualitas penerimaan program siaran televisi, memberikan lebih banyak pilihan program siaran kepada masyarakat, mendorong konvergensi layanan multimedia, dan menumbuhkan industri konten, perangkat lunak, dan perangkat keras yang terkait dengan penyiaran televisi digital. Di mana penyelenggara penyiaran televisi digital terdiri atas, penyelenggara program siaran yaitu stasiun TV swasta, TVRI, serta penyelenggara infrastuktur. Penyelenggaraan infrastruktur dibagi lagi menjadi penyelenggara multipleksing publik dan swasta. Serta disebutkannya ketentuan mengenai penyediaan menara.Dari penjelasan tentang peraturan pemerintah di atas, maka dapat disimpulkan bahwa:
1) Faktor enabling pada level sistem politik ini adalah diterbitkannya keputusan pemerintah yang mengatur tentang standar siaran digital yang akan diaplikasikan di Indonesia.
2) Faktor motivating pada level sistem politik ini adalah  pemerintah dapat menggunakan sisa frekuensi yang sudah tidak digunakan jika stasiun TV menggunakan sistem digital untuk kepentingan lain. Hal ini karena sistem digital dapat multiplexing, dimana satu kanal frekuensi dapat digunakan beberapa stasiun televisi. 
v  Sistem Ekonomi
           Digitalisasi televisi akan banyak berpengaruh pada pelaku usaha, terutama yang bergerak di bidang telekomunikasi. Pasalnya, perubahan sistem akan menyebabkan munculnya industry-industri baru. Akan ada jasa multiplexing yang dulunya tidak ada. Kebutuhan ini dapat menjadi peluang bagi para pengusaha untuk mendirikan jasa multiplexing sebelum diserobot oleh pihak asing. Digitalisasi televisi juga membutuhkan adanya set top box utnuk menerima sinyal digital yang ditransmisikan. Pelaku usaha juga dapat memanfaatkan kebutuhan pasar tersebut jika nantinya digitalisasi diberlakukan. Semua hal ini menjadi faktor  motivating pada level sistem ekonomi.

v  Level Organisasional
                 Organisasional adalah kelompok-kelompok yang terlibat dalam proses produksi dan distribusi teknologi. Dalam hal digitalisasi televisi agar adaptasi DVR dapat berkembang di Indonesia, maka organisasionalnya adalah stasiun-stasiun televisi yang ada di Indonesia, mengingat mereka yang harus menanamkan investasi untuk membangun jaringan infrastruktur TV digital. Disini Nampak adanya faktor inhibiting, karena cost yang dikeluarkan oleh stasiun televisi. Faktor inhibiting lainnya adalah belum dikeluarkannya peraturan dari Pemerintah yang membahas lebih rinci mengenai perizinan dan penyelenggaraan TV digital, sehingga para pelaku industry belum bisa mempersiapkan diri secara rinci. Namun terdapat faktor motivating pada level ini yaitu stasiun tv bisa berhemat karena bisa membiayai infrastruktur penyiaran digital secara bersama-sama.

v  Level Hardware
               Dalam proses digitalisasi, hal yang difokuskan adalah pengiriman dan pemrosesan sinyal secara digital. Sehingga TV analog yang sekarang masih digunakan di Indonesia sebenarnya masih dapat difungsikan jika ditambahkan alat yang bernama set top box, yaitu alat yang dapat menagkap sinyal digital. Jika kelak digitalisasi akan diimplementasikan, maka diperlukan banyak produksi set top box untuk TV analog yang dinikmati hampir 30 juta penduduk Indonesia. Maka hal ini menjadi faktor limiting karena dimungkinkan masyarakat akan mempertimbangkan cost yang akan dikeluarkan. Faktor limiting lainnya adalah diperlukannya banyak pemancar baru dan infrastruktur lainnya untuk mengirimkan sinyal digital.

v  Level Pengguna Individual
              Jika kesemua faktor di atas sudah dapat dipenuhi, maka adaptasi teknologi barulah dapat dinikmati oleh pengguna individual. Pengguna individual memiliki faktor motivasi yang besar, yakni akan menikmati gambar yang lebih jernih dan dapat menikmati gambar di kendaraan bergerak dengan kualitas yang stabil. Namun juga terdapat faktor inhibiting yaitu cost yang akan dikeluarkan pengguna individual untuk membeli set top box atau mengganti TV nya menjadi TV digital.


BAB 3
PENUTUP
v  Kesimpulan
            Kesimpulan ini adalah untuk memahami cara adaptasi teknologi harus ditinjau dari berbagai level yang berkaitan dengan manusia dan teknologi tersebut. Menurut teori perspektif payung, teknologi harus dikaji dari level sistem (politik, ekonomi, media), level organisasional yang melibatkan pelaku industry yang terlibat teknologi tersebut, level hardware, level software, hingga level pengguna individu.Untuk kasus adaptasi teknologi Digital Video Recorder (DVR) di Indonesia, rupanya mengalami kesulitan karena di berbagai level tersebut masih terdapat faktor limiting dan inhibiting.

v  Saran
            Diharapkan dilakukan penelitian lanjutan tentang adaptasi teknologi, terutama DVR, di Indonesia. Juga dilakukan penelitian pembanding adaptasi teknologi tersebut di Negara yang sama-sama dalam proses migrasi ke digital seperti Indonesia.